Kisah Nabi Musa As Yang Diutus Kepada Fir'aun

kisah nabi musa as

Arobiyahinstitute.com | Pada artikel ini kami akan menceritakan kisah Nabi Musa As yang diabadikan dalam Al Qur’an. Al Qur’an banyak sekali menceritakan kisah Nabi Musa As, bahkan setelah kami cek menggunakan aplikasi maktabah syamilah, nama Nabi Musa disebut dalam Al Qur’an sebanyak 124 kali.


Jika dibandingkan dengan nabi lainnya, maka Nabi Musa As menempati urutan pertama nabi yang banyak disebut dalam Al Qur’an. Hal itu mengindikasikan bahwa banyak sekali ibrah atau pelajaran yang terkandung dalam kisah hidup Beliau, yang mana Allah menginginkan agar umat Rasulullah Muhammad banyak belajar darinya.

Kisah hidup Nabi Musa As berkaitan erat dengan Nabi Harun dan Fir’un yang berperan sebagai Raja pada saat itu. Sedangkan Nabi harun berperan mendampingi Nabi Musa As dalam berdakwah kepada Fir’aun dan bani Isra’il. Simak kisah lengkapnya berikut ini:

Beliau adalah Musa bin Imran bin Qahits bin ‘Azir bin Lawi bin Ya’qub bin Ishaq bin Ibrahim. Kisah Nabi Musa dan Fir’aun disimpulkan dalam Al Quran dalam beberapa ayat,

وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ مُوسَى إِنَّهُ كَانَ مُخْلَصًا وَكَانَ رَسُولًا نَبِيًّا، وَنَادَيْنَاهُ مِنْ جَانِبِ الطُّورِ الْأَيْمَنِ وَقَرَّبْنَاهُ نَجِيًّا

Artinya: “Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka), kisah Musa di dalam Al-Kitab (Al-Quran) ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang dipilih dan seorang rasul dan nabi. Dan Kami telah memanggilnya dari sebelah kanan gunung Thur dan Kami telah mendekatkannya kepada Kami di waktu dia munajat (kepada Kami)”. (QS. Maryam: 51-52)

Kemudian Allah Ta’ala uraikan kisah terperinci dalam beberapa surat.

Kisah Kelahiran Nabi Musa As

Diriwayatkan bahwa Harun dilahirkan pada tahun tidak diberlakukan ketetapan untuk membunuh bayi Bani Isra’il. Adapun Nabi Musa dilahirkan pada tahun diberlakukannya ketetapan tersebut. Ibu Musa yang bernama Ayarikha, ada pula yang mengatakan bahwa namanya Ayazakht sangat cemas dengan kelahiran putranya itu. Sejak mengandung Musa, ibunya telah berupaya menyembunyikan kandungannya dengan berpenampilan seolah-olah tidak sedang mengandung.

Setelah melahirkan, dia mendapat ilham untuk membuat kotak yang diikat dengan tali. Rumahnya berada di pinggir sungai Nil. Lalu sang Ibu menyusuinya, apabila dia khawatir ada seseorang yang akan mengetahuinya, lekas-lekas dia masukkan sang anak ke dalam kotak lalu dia arungkan ke tengah sungai namun talinya dia pegang. Jika orang tersebut telah berlalu, kotak tersebut dia tarik kembali.

Dan kami ilhamkan kepada ibu Musa, "Susuilah dia, dan apabila kamu kawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul. (QS. Al-Qashash: 7)

Suatu saat Ibu Musa mengarungkan anaknya ke tengah sungai. Namun dia lalai sehingga tali untuk menambat kotak tempat anaknya terlepas. Maka kotak tersebut bersama anaknya terbawa arus sungai Nil, hingga akhirnya melewati istana Fir’aun. Kotak tersebut dilihat oleh budak-budak perempuan Fir’aun dan ditemukan oleh para dayang istana. Kali pertama ditemukan, kotak tersebut masih tertutup, mereka tidak berani membukanya, lalu mereka serahkan kepada isteri Fir’aun, Asiah binti Muzahim. Ada yang mengatakan bahwa Asiah keturunan Penguasa Mesir zamannya Nabi Yusuf , ada pula yang mengatakan bahwa dia adalah keturunan Bani Isra’il juga seperti Musa.

Ketika kotak itu dibuka, seketika itu juga wajahnya berseri-seri, dan sejak pandangan pertama sudah tertanam dalam hatinya perasaan cinta yang sangat dalam terhadap anak tersebut. Ketika itu Fir’aun datang dan berkata, “Apa ini?” Dia hendak merampasnya, namun isterinya segera melindunginya, seraya berkata, “Buah hatiku dan hatimu”. “Ya, dia menjadi buah hatimu, sedangkan bagi aku, tidak” Kata Fir’aun.

Sang isteri membujuk suaminya agar jangan membunuhnya, dengan harapan sang anak akan bermanfaat bagi mereka dan dapat mereka jadikan sebagai anak angkat, apalagi mereka belum dikaruniai seorang anak.

Sementara itu, tidak ada yang Ibu Musa pikirkan kecuali anaknya. Nyaris saja dia ingin berterus terang tentang perkara sesungguhnya dan menanyakan tentang anaknya secara terang-terangan. Namun Allah menguatkan hatinya sehingga hal tersebut tidak dia lakukan. Sebagai alternatif, dia memerintahkan putrinya yang paling besar untuk mencari jejak keberadaan adiknya. Lalu sang anak pergi memenuhi permintaan sang ibu, namun dia hanya mengamati keberadaan Musa dari jauh, itupun dengan sikap seakan-akan dia tidak bermaksud kepadanya, agar tidak ada orang yang mengenali jati dirinya.

Bertepatan dengan itu, kalangan istana sibuk mencarikan orang yang dapat menyusui Musa. Karena sudah berbagai usaha dicoba untuk menyusuinya tidak juga membuahkan hasil, begitu pula Musa tidak bersedia memakan makanan yang disodorkan.

Lalu beberapa orang diutus untuk membawa Musa ke pasar dengan harapan ada orang yang dapat menyusuinya. Ketika itu, saudara perempuan Nabi Musa melihatnya, namun dia pura-pura tidak mengenalnya. Lalu dia menawarkan kepada mereka orang yang dapat menyusuinya.

Akhirnya mereka menuruti permintaan anak perempuan tersebut ke rumah yang dia maksud. Setibanya di sana, ibunya menggendongnya dan ketika dia menyusuinya, sang bayi menghisap air susunya dengan lahap.

Para pelayan kerajaan sangat gembira melihat hal tersebut, lalu mereka segera memberi khabar gembira tersebut kepada Asiah. Maka dia mengundang ibunya ke kediamannya, lalu dia menawarkan kepadanya agar sang ibu tinggal bersamanya agar dapat ikut merawat anak tersebut dengan baik. Namun sang ibu menolak dengan alasan bahwa dia memiliki suami dan anak-anak, dia menawarkan agar sang anak tersebut dikirim saja ke rumahnya.

Maka akhirnya disepakati bahwa Nabi Musa dikirim ke rumahnya untuk disusui. Sebagai imbalannya, sang ibu diberi upah dan dipenuhi segala kebutuhannya, baik berupa pakaian atau kebutuhan lainnya. Akhirnya sang ibu pulang membawa anak yang dicintainya. Demikianlah Allah membuktikan janjinya untuk mengembalikan Musa kepada ibunya yang sangat mengasihinya.

Kisah Nabi Musa Diangkat Menjadi Nabi

Setelah kejadian tersebut, Musa menjadi khawatir berada di negeri Mesir. Dia khawatir Fir’aun dan kaumnya mengetahui bahwa dirinya telah membunuh salah seorang dari suku Qibthi, apalagi sebabnya adalah karena dia membela orang dari Bani Isra’il. Dia sudah membayangkan hukuman berat yang akan dia terima apabila semua ini terbongkar.

Beberapa hari kemudian, di suatu pagi di sebuah tempat di negeri Mesir, Nabi Musa berjalan sambil menoleh kiri kanan karena perasaan khawatir. Tiba-tiba orang yang kemarin ditolongnya datang menghampirinya. Kali ini dia minta tolong kembali kepadanya karena dirinya kembali bertikai dengan seorang Qibthi. Musa mengecam orang itu karena selalu membuat masalah.

Namun demikian dia tetap ingin membela orang Bani Israil tersebut, karena lawannya adalah orang Qibthi yang selama ini merupakan musuhnya dan musuh Bani Israil. Ketika Musa hendak memukul orang Qibthi itu, sang Qibthi itu berkata,

"Hai Musa, apakah kamu bermaksud hendak membunuhku, sebagaimana kamu kemarin telah membunuh seorang manusia?..". (QS. Al Qashash)

Sang Qibthi tersebut berkata demikian sebatas rasa takut dan perkiraannya saja bahwa jika sekarang Nabi Musa membela orang Isra’il tersebut, maka kemungkinan besar menurutnya pembunuh seorang Qibthi pada kejadian sebelumnya adalah dia. Atau mungkin orang Qibthi itu memahaminya dari ucapan orang Isra’il tersebut tatkala minta bantuan kepada Musa. Wallahua’lam.

Kesimpulannya, berita tentang pembunuh orang Qibthi pada akhirnya sampai ke telinga Fir’aun. Maka dia mengutus pasukannya untuk menangkap Musa. Ketika itu, ada seorang yang mengetahui perkara sesungguhnya segera memberi informasi kepada Nabi Musa as dan menasehatinya agar dia segera keluar dari negeri Mesir.

Nabi Musa menerima nasehat orang tersebut dengan segera keluar dari negeri Mesir dengan perasaan takut dan penuh waspada, selebihnya dia berdoa kepada Allah Ta’ala agar diselamatkan. Dia tidak tahu kemana hendak menuju, namun dirinya terus berjalan. Ketika dia mengetahui bahwa jalan yang sedang di tempuh adalah jalan menuju negeri Madyan, dia berharap kepada Allah semoga membimbingnya kepada tujuan yang dikehendaki.

Madyan adalah negeri kaumnya Nabi Syu’aib, menurut salah satu riwayat, kebinasaan mereka terjadi pada masa sebelum Nabi Musa

Tinggal di Negeri Madyan dan Menikah Dengan Anaknya Nabi Syu’aib

Setibanya di negeri Madyan, Nabi Musa beristirahat di dekat sebuah sumber mata air. Sejurus kemudian dilihatnya dua orang wanita sedang sibuk mengumpulkan kambing-kambing mereka di dekat mata air tersebut. Nabi Musa bertanya kepada keduanya, “Apa maksud kalian berdua berbuat seperti itu?” Rupanya mereka berdua juga ingin mendapatkan air dari mata air tersebut untuk gembala mereka, namun mereka tidak dapat melakukannya sebelum orang-orang laki yang sedang mengambil air pergi dari tempat itu. Hal itu mereka lakukan karena bapak mereka telah tua renta.

Para ahli tafsir mengatakan bahwa setelah para penggembala laki-laki tersebut mengambil air untuk kambing-kambingnya, mereka menutup mata air tersebut dengan sebongkah batu besar, lalu pergi. Sedangkan kedua wanita tadi akan mencari air dari bekas kambing-kambing orang-orang tersebut untuk diberikan kepada kambing-kambing mereka. Namun ketika Nabi Musa datang hari itu, dia mengangkat batunya, dan dia ambilkan air untuk mereka berdua dan untuk kambing-kambingnya, kemudian batu itu dia kembalikan ke tempat semula.

Setelah membantu kedua wanita tersebut Nabi Musa kembali duduk di bawah pohon seraya berdoa kepada Allah Ta’ala agar dia diberikan kebaikan, berupa makanan yang dapat menangkal rasa lapar yang dialaminya, karena perjalanan jauh yang dia tempuh tanpa bekal yang cukup hingga membuatnya sangat letih dan lapar.

Doa Nabi Musa didengar oleh kedua wanita tadi. Lalu mereka datang kepada bapaknya. Sang bapak awalnya heran melihat kedatangan kedua putrinya lebih cepat dari biasanya. Namun dia baru paham setelah keduanya menceritakan tentang Nabi Musa dan kejadian yang dialaminya. Maka,orang tuanya memerintahkan kedua putrinya untuk mengundang Nabi Musa ke rumahnya.

Maka dengan rasa malu salah seorang dari keduanya mendatangi Musa kembali dan menyampaikan pesan bapaknya yang mengundangnya ke rumah, karena sang bapak ingin membalas jasanya yang telah membantu mengambilkan air untuk mereka berdua.

Lalu datanglah Musa menemui bapak sang gadis. Awalnya sang gadis tersebut berjalan di depannya, namun karena sikap wara’nya, dia meminta gadis tersebut berjalan di belakangnya, jika jalan yang ditempuh salah, dia memintanya untuk memberitahunya.

Maka setibanya Nabi Musa menghadap orang tua sang gadis, dia menceritakan kejadian sesungguhnya yang dia alami, khususnya mengenai sebab kaburnya dia dari Mesir menghindari kejaran Fir’aun. Ketika itu sang bapak berkata kepada Musa agar jangan khawatir, kini dia telah selamat dari kejaran orang-orang zalim itu.

Para ulama berbeda pendapat, siapakah orang tua gadis tersebut? Ada yang berpendapat bahwa dia adalah Nabi Syu’aib. Inilah pendapat yang masyhur. Mereka berkata bahwa Nabi Syu’aib diberi umur panjang setelah bangsanya dibinasakan sehingga dia dapat bertemu dengan Nabi Musa dan menikahkan putrinya dengannya. Namun ada juga yang berpendapat bahwa orang tersebut namanya adalah Syu’aib, tetapi bukan Nabi Syu’aib yang dikenal, ada juga yang mengatakan bahwa dia adalah keponakan nabi Syu’aib atau ada yang mengatakan bahwa dia adalah seorang mu’min dari kaumnya Nabi Syu’aib.

Kesimpulannya, setelah sang bapak menerimanya dan menghormatinya sebagai tamu, salah seorang putrinya berkata kepada sang bapak,

"Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya". (QS. Al-Qashash: 26)

Sang putri mengatakan bahwa Nabi Musa memiliki sifat qowiy (kuat) karena Nabi Musa dapat mengangkat batu yang sangat berat dan amiin (terpercaya) karena ketika berjalan bersama sang gadis dia meminta berjalan di depan sang gadis.

Ibnu Mas’ud berkata, “Ada tiga orang yang firasatnya paling tepat, yaitu tuannya Nabi Yusuf, ketika dia berkata kepada isterinya akrimii matswaahu… (uruslah anak ini dengan baik), Wanita pada zaman Nabi Musa, ketika dia berkata, Ya

Abatista’jirhu …. (wahai bapak, ambillah dia sebagai pekerja), Dan Abu Bakar ketika dia melimpahkan kekhalifahan kepada Umar bin Khattab ra.”

Kemudian sang bapak menawarkan kepada Musa untuk bekerja kepadanya selama delapan tahun atau kalau dia ingin kebaikan, menambahnya hingga sepuluh tahun, dengan janji dia akan dinikahkan salah satu dari kedua putrinya.

Nabi Musa menyepakati tawaran dari sang bapak tersebut dengan pilihan kedua waktu yang telah disebutkan. Namun demikian Nabi Musa melakukannya dalam waktu yang paling sempurna, yaitu 10 tahun.

Setelah masa kerja yang harus dijalani oleh Nabi Musa telah selesai, sang mertua berkata kepadanya, “Setiap kambing yang dilahirkan dengan warna yang berbeda dari induknya maka dia menjadi milikmu”. Ternyata untuk tahun itu semua anak yang dilahirkan memiliki warna berbeda dari induknya, kecuali hanya satu kambing. Maka akhirnya semua anak kambing yang berbeda warnanya tersebut menjadi miliknya.

Kisah Nabi Musa As Menerima Wahyu di Bukit Tursina

Kemudian Nabi Musa bersama keluarganya ingin kembali ke Mesir menemui sanak familinya, namun dengan cara sembunyi-sembunyi. Maka, di malam yang sangat gelap lagi dingin, dia bersama isteri dan anak-anaknya seraya membawa kambing-kambing miliknya berangkat menuju Mesir. Namun di tengah perjalanan mereka tersesat, jalan yang mereka tempuh ternyata bukan jalan yang biasa dilalui orang yang pergi menuju Mesir.

Ketika itu Nabi Musa melihat api dari kejauhan di lereng bukit Tursina. Dia perintahkan keluarganya untuk menetap di tempat tersebut sedangkan dia akan pergi menghampiri sumber api itu, dengan harapan mendapatkan berita baik atau dapat membawa api tersebut untuk menghangatkan badan.

Ternyata benar, Nabi Musa mendapatkan berita yang bukan sembarang berita, petunjuk yang bukan sembarang petunjuk dan api yang bukan sembarang api. Setelah Musa tiba di tempat api tersebut, ternyata api tersebut menyala pada sebuah pohon hijau nan besar. Setiap kali nyala api semakin besar, seketika itu juga pohon itu makin hijau. Musa berdiri terpana, pohon tersebut terletak di lereng gunung sebelah barat dari isi kanannya.

Saat itu Musa berada di sebuah lembah bernama “Thuwa” seraya menghadap kiblat dan pohon itu di sebelah kanannya dari sisi barat. Lalu Tuhannya memanggil dari lembah Thuwa yang disucikan. Dia memerintahkannya untuk membuka kedua sandalnya sebagai bentuk pengagungan dan penghormatan terhadap lembah yang diberkahi itu, apalagi pada malam yang diberkahi tersebut.

Menurut riwayat Ahli Kitab, Nabi Musa menutup mukanya dengan kedua telapak tangan karena cahayanya yang sangat terang. Setelah itu Allah Ta’ala berbicara kepadanya dan menyatakan bahwa Dia adalah Allah, tiada tuhan yang disembah selain Dia, maka dari itu beribadahlah kepada-Nya dan shalatlah untuk mengingat-Nya.

Mukjizat Nabi Musa As

Dalam pembicaraan tersebut Allah bertanya kepada Nabi Musa tentang kayu yang dipegang oleh tangan kanannya. Nabi Musa menyampaikan bahwa benda itu adalah tongkatnya yang dia gunakan untuk bertelekan, mengambilkan daun untuk kambing-kambingnya dan untuk berbagai keperluan lainnya. Kemudian Allah Ta’ala memerintahkan Nabi Musa untuk melempar tongkatnya. Perintah tersebut beliau laksanakan, lalu seketika itu juga tongkat tersebut berubah menjadi ular besar yang sangat cepat.

Nabi Musa sangat ketakutan dengan kejadian tersebut, dia pun berbalik dan tidak ingin menoleh lagi. Tapi Allah segera mengusir kekhawatiran Musa. Dia bahkan memerintahkan Nabi Musa untuk menggenggam ular tersebut, niscaya dia akan kembali menjadi tongkat sepertisemula. Maka ular itupun ditangkap oleh Nabi Musa. Dan benar saja, ketika ular tersebut dipegang, dia langsung berubah kembali menjadi tongkat. Masa Suci Allah yang Maha Kuasa Penguasa di langit dan bumi.

Allah berfirman, "Lemparkanlah ia, hai Musa!" Lalu dilemparkannyalah tongkat itu, maka tiba-tiba ia menjadi seekor ular yang merayap dengan cepat. Allah berfirman, "Peganglah ia dan jangan takut, Kami akan mengembalikannya kepada keadaannya semula, (QS. Thaha: 19-21)

Setelah itu Allah Ta’ala memerintahkan Musa untuk memasukkan telapak tangannya ke dada leher bajunya. Setelah itu, diperintahkan untuk mengeluarkannya. Ternyata tangannya kini bersinar bagaikan terang bulan yang putih bersih. Lalu Allah Ta'ala memerintahkan Musa untuk mendekapkan kedua tangannya ke dada untuk mengusir rasa takutnya.

Kedua mukjizat tersebut termasuk dari sembilan mukjizat yang Allah berikan kepada Nabi Musa. Adapun 7 mukjizat lainnya adalah lisan yang biasanya kelu menjadi fasih, membelah lautan, angin topan, belalang, kutu, katak, dan darah. Dengan itu semua Allah memerintahkan Nabi Musa untuk menghadap Fir’aun yang telah melampaui batas untuk menyampaikan dakwahnya.

Nabi Musa menyadari beratnya perintah tersebut karena dirinya dahulu pernah lari dari kejaran Fir’aun akibat membunuh seorang Qibthi. Oleh karena itu, dia memohon kepada Allah agar dimudahkan urusannya dan dilapangkan dadanya serta agar dilepaskan kekakuan di lidahnya.

Mengenai lidahnya yang kaku, hal tersebut disebabkan oleh bara api yang dia letakkan di lidahnya waktu kecil. Kisahnya,Fir’aun ingin menguji akalnya ketika Musa masih kecil. Saat itu Musa kecil menarik jenggotnya, akibatnya Fir’aun berniat membunuhnya. Namun Asiah mencegahnya dan berkata, “Dia masih kecil (belum mengerti apa-apa)”.

Maka Fir’aun ingin mengujinya dengan meletakkan sebutir kurma dan sepotong bara api di hadapannya. Pada mulanya Musa ingin mengambil kurma, namun tangannya dialihkan oleh sang raja untuk mengambil bara api, lalu sang anak mengambilnya dan meletakkan di lidahnya. Maka sejak itu dia mengalami kekakuan di lidahnya.

Dengan doa di atas (QS. Thaha: 24-28) dia mohon kepada Allah agar dihilangkan sebagian kekakuan di lidahnya sekedar orang dapat memahami pembicaraannya. Dia tidak meminta dihilangkan kekakuan tersebut secara keseluruhan.

Setelah itu Nabi Musa memohon diberikan pendamping yang dapat membantunya menunaikan tugas dari-Nya, dan dia langsung menunjuk saudaranya, Harun, karena menurutnya Harun lebih pandai berbicara dibanding dirinya.

Allah Ta’ala memenuhi semua permintaan nabi Musa dan menjadikan Harun sebagai orang yang akan dapat membantunya menghadapi Fir’aun. Bukan hanya itu, bahkan Dia mengangkatnya sebagai seorang Nabi yang mendapatkan wahyu, sebagai bukti besarnya kedudukan Nabi Musa di sisi Allah Ta’ala.

Maka setelah semua permintaan Nabi Musa dipenuhi, Allah Ta’ala kembali memerintahkan keduanya untuk pergi menghadap Fir’aun yang telah melampaui batas untuk menyampaikan misi dakwahnya. Namun Allah berpesan kepada keduanya agar berkata dengan lembut, dengan harapan Fir’aun dapat menerima dan takut kepada-Nya.

Hal ini semata-mata menunjukkan Sifat Allah yang Maha Lembut, Maha Mulia dan penuh kasih sayang, padahal Dia Maha Mengetahui kesombongan dan pembangkangan Fir’aun, dan dia adalah makhluk-Nya yang paling hina ketika itu.

Kisah Nabi Musa Menghadapi Fir’aun dan Para Penyihirnya

Untuk menunaikan perintah Allah Ta’ala, mereka datang menghadap Fir’aun dengan tujuan menyampaikan dakwah yang Allah tugaskan kepadanya. Setiba di hadapannya, keduanya menyampaikan dakwah tauhid kepada Fir’aun. Diajaknya untuk sama-sama mengakui keesaan Allah Ta’ala dan hanya beribadah kepada-Nya. Tidak ada satupun yang boleh dijadikan sekutu bagi-Nya.

Fir’aun juga diminta untuk melepaskan tawanan dari kalangan Bani Isra‟’l yang dia tawan dengan zalim dan membiarkan mereka untuk beribadah kepada Allah sesuai kehendak mereka.

Mendengar dakwah yang disampaikan Nabi Musa dan Nabi Harun, kesombongan dan keangkuhan Fir’aun justeru bangkit. Dengan pandangan melecehkan dan merendahkan Nabi Musa, Fir’aun mengingatkan masa lalunya, bahwa dia pernah diasuh di lingkungan istana Fir’aun, dan bahwa dia pernah melakukan tindakan kriminal dengan membunuh salah seorang Qibthi lalu kabur meninggalkan negeri Mesir.

Nabi Musa menjawab bahwa dia diasuh dan dididik di lingkungan istana Fir’aun, itu semua sebagai imbalan dari tindakannya memperbudak Bani Isra’il untuk kemaslahatannya.

Namun Fir’aun tidak juga menyadari dan meninggalkan kesesatannya. Justru dia kian melampaui batas dengan menuduh Nabi Musa sebagai orang gila. Meskipun demikian, Nabi Musa terus menyampaikan misi dakwahnya dan memperkenalkan Tuhan yang sebenarnya kepada Fir’aun.

Fir’aun sempat berdalih bahwa jika benar Kekuasaan Tuhan yang disampaikan Nabi Musa, mengapa pada masa lalu ada orang-orang yang tidak menyembah-Nya, mereka justeru menyembah bintang-bintang dan tuhan-tuhan tandingan lainnya? Mengapa generasi pertama tersebut tidak mendapatkan petunjuk?

Nabi Musa menjawab bahwa adanya orang-orang pada masa lalu yang menyembah selain Allah, itu bukan hujjah bagi Fir’aun untuk ingkar terhadap kekuasaan Allah dan bukan dalil bahwa apa yang dia sampaikan adalah salah. Karena sesungguhnya mereka adalah orang-orang bodoh seperti halnya Fir’aun. Semua apa yang mereka lakukan telah Allah catat dan akan Allah balas, tidak ada yang tertinggal dan lupa di sisi Allah Ta’ala.

Maka ketika dalil dan bukti telah jelas, sedangkan Fir’aun tidak dapat menyangkal itu semua, kini tidak ada lagi yang dapat dia lakukan kecuali menggunakan kekuasaannya. 

Nabi Musa masih berusaha menunjukkan kebenaran ajaran yang dibawanya, kali ini dia ingin menunjukkan kepada Fir’aun mukjizat yang menjadi bukti kebenaran kerasulan pada dirinya,

Maka Nabi Musa melempar tongkatnya, seketika itu juga tongkat tersebut berubah menjadi ular yang sangat besar. Bahkan diriwayatkan bahwa Fir’aun sangat ketakutan dengan apa yang dilihatnya sehingga dia mengalami buang-buang air.

Kemudian Nabi Musa memasukkan tangannya ke dalam kantong lalu mengeluarkannya kembali. Tiba-tiba tangannya bersinar berkilauan bak bulan purnama. Kemudian dia mengembalikan tangannya ke dalam kantongnya, dan setelah dikeluarkan, tangannya kembali seperti semula.

Akan tetapi semua itu tidak bermanfaat bagi Fir’aun, sikapnya tetap seperti semula, apalagi setelah para pengikutnya membisikkan kepadanya bahwa apa yang dilakukan Nabi Musa adalah sihir belaka yang akan dia gunakan untuk menggulingkan kekuasaan Fir’aun.

Fir’aun menelan bulat-bulat apa yang disampaikan orang-orang dekatnya. Maka dengan kesombongan dan pembangkangannya terhadap tanda-tanda kebesaran Allah, Fir’aun balik menantang Nabi Musa untuk menghadapi para penyihirnya. Dia meminta Nabi Musa untuk menentukan waktu dan tempat pertemuan untuk disepakati.

Nabi Musa tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut. Dia meminta pertemuan tersebut dilakuan pada salah satu hari raya mereka dan semua orang dikumpulkan pada waktu Dhuha. Maksudnya adalah agar semua orang melihat bukti kebenaran yang dia bawa karena dilakukan pada hari raya mereka pada saat matahari bersinar terang, bukan di waktu malam yang gelap.

setelah waktunya telah disepakati, Fir’aun sibuk mengumpulkan para penyihir dari seantero negeri Mesir. Saat itu negeri Mesir terkenal dengan para penyihir tersohor, karena sihir merupakan keahlian umumnya masyarakat kala itu. Maka wajar, jika upaya Fir’aun tersebut berhasil mengumpulkan para penyihir dalam jumlah yang sangat banyak. Ada riwayat yang menyatakan bahwa jumlah para penyihir tersebut mencapai 80 ribu. Ada pula yang mengatakan 70 ribu, ada pula yang menyatakan jumlahnya 200 ribu.

Para penyihir tersebut meminta kepastian dari Fir’aun tentang imbalan yang akan mereka dapatkan jika mereka dapat mengalahkan Musa. Fir’aun menjanjikan kepada mereka akan diangkat sebagai orang-orang dekatnya dengan berbagai fasilitas kerajaan.

Ketika hari yang ditentukan telah tiba, semuanya hadir. Fir’aun beserta para menterinya, para pejabat kerajaan dan seluruh masyarakat hadir sejak pagi hari. Hal tersebut karena Fir’aun menyerukan masyarakatnya untuk hadir.

Sementara itu Nabi Musa menggunakan kesempatan itu untuk berdakwah kepada para penyihir tersebut, dia menasehati dan mengancam mereka tentang kebatilan perbuatan sihir yang berarti menentang tanda-tanda kekuasaan Allah Ta’ala.

Ucapan Nabi Musa kepada para penyihir tersebut menimbulkan silang pendapat di antara mereka. Namun akhirnya mereka sepakat berkata bahwa keduanya (Nabi Musa dan Nabi Harun alaihimassalam) adalah kedua penyihir tangguh yang ingin menggulingkan kekuasaan raja. Hal tersebut mereka katakan sebagai nasehat di antara mereka satu sama lain agar mereka bersatupadu mengeluarkan tipu daya dan sihirnya.

Kemudian, setelah mereka berhadapan dengan Nabi Musa dan Harun alaihimassalam. Mereka mempersilahkan kepada Nabi Musa untuk memilih, apakah dia atau mereka dahulu yang memulai. Nabi Musa meminta agar mereka lebih dahulu melemparkannya.

Maka dengan bersumpah atas nama kebesaran Fir’aun, mereka lemparkan tali-tali dan tongkat-tongkat mereka. Lalu tampaklah oleh para hadirin bahwa tali-tali itu bergerak dan berjalan. Sebenarnya yang mereka lakukan adalah mengolesi tali-tali tersebut dengan sejenis minyak sehingga dia dapat bergerak-gerak, kemudian setelah itu mereka menyihir mata para hadirin sehingga mereka merasakan takut di dada mereka.

Nabi Musa sendiri merasa khawatir apa yang mereka lakukan dapat mempengaruhi orang-orang yang hadir. Dia sendiri belum dapat melemparkan tongkat yang ada di tangannya, karena dia tidak dapat melakukan sesuatu sebelum mendapat perintah dari Allah Ta’ala.

Pada saat yang sangat genting itu Allah Ta’ala mewahyukan kepadanya agar jangan takut, lalu Dia memerintahkan Nabi Musa untuk melemparkan tongkat yang ada di tangannya. Maka Nabi Musa lemparkan tongkat yang ada di tangan kanannya.

Lalu seketika itu juga tongkat tersebut berubah menjadi ular yang sangat besar. Bahkan diriwayatkan bahwa ular tersebut memiliki kaki. Orang-orang yang menyaksikannya ketika itu menghindar ketakutan. Kemudian sang ular segera menghampiri tali-tali dan tongkat-tongkat yang dilemparkan para penyihir dan memangsanya satu persatu dalam waktu dan gerakan yang sangat cepat, disaksikan oleh orang-orang yang tertegun melihatnya.

Sementara itu, para penyihir melihatnya dengan penuh perasaan dahsyat dan tercengang. Tidak pernah terbayang dalam benak mereka kejadian seperti itu, dan belum pernah hal itu mereka lakukan. Akhirnya para penyihir itu meyakini bahwa apa yang mereka lihat bukanlah sihir, klenik, khayalan atau tipu muslihat.

Tetapi sebuah kebenaran yang bersumber dari Yang Maha Benar yang telah mengirim utusannya dan telah dibekali dengan sesuatu yang haq. Lalu Allah singkap tirai kealpaan dari hati mereka dan menyinarinya dengan cahaya petunjuk. Akhirnya mereka sujud tersungkur kembali kepada Tuhannya, lalu dengan suara keras mereka mengucapkan, "Kami telah percaya kepada Tuhan Harun dan Musa." Hal tersebut mereka lakukan agar didengar orang yang hadir saat itu.

Fir’aun sangat murka melihat tindakan para penyihirnya menyatakan masuk Islam dengan terang-terangan di depan khalayak. Dirinya semakin kalap, rencana makar untuk mencegah orang-orang dari jalan Allah justeru semakin memuncak. Lalu di hadapan orang-orang yang hadir, Fir’aun berkata kepada para penyihirnya,

Berkata Fir'aun, "Apakah kamu telah beriman kepadanya (Musa) sebelum aku memberi izin kepadamu sekalian. Sesungguhnya ia adalah pemimpinmu yang mengajarkan sihir kepadamu sekalian. Maka sesungguhnya aku akan memotong tangan dan kaki kamu sekalian dengan bersilang secara bertimbal balik, dan sesungguhnya aku akan menyalib kamu sekalian pada pangkal pohon kurma dan sesungguhnya kamu akan mengetahui siapa di antara kita yang lebih pedih dan lebih kekal siksanya". (QS. Thaha: 71)

Namun hal itu tak menggoyahkan iman mantan para penyihir tersebut. Dengan penuh keimanan mereka siap menanggung resiko akibat mempertahankan sikap dan keyakinan mereka. Kalaupun Fir’aun dapat melakukan sesuatu terhadap mereka, hal itu hanya dapat terjadi dunia saja. Bagi mereka kini, dalil dan bukti telah jelas bahwa Allah Tuhan mereka yang Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Maka mereka pun memohon kepada Allah Ta’ala agar diberikan kesabaran dan keteguhan dalam menjaga keimanan sehingga mereka mati tetap dalam keadaan muslim.

Diriwayatkan bahwa ketika para penyihir tersebut bersujud, diperlihatkan kepada mereka rumah-rumah dan istana-istana yang sedang dihias dan yang akan mereka tempati di surga. Karena itu mereka tidak menghiraukan ancaman Fir’aun.

Tampaknya berdasarkan ancaman Fir’aun mantan para penyihir tersebut akhirnya disiksa dan disalib. Abdullah bin Abbas dan Ubaid bin Umari berkata, “Mereka disiang hari masih menjadi tukang sihir, namun di sore akhirnya telah menjadi para syuhada yang mulia.” Hal ini diperkuat dengan doa mereka sendiri, “Berilah kami kesabaran dan matikanlah kami sebagai orang-orang Islam.”

Kekalahan yang dialami orang-orang Qibthi (penduduk asli Mesir), bahkan para penyihir mereka masuk Islam, tidak justeru menghentikan pengingkaran mereka. Bahkan para petinggi dan tokoh-tokoh mereka menghasut Fir’aun agar mengambil tindakan tegas kepada Musa dan para pengikutnya sebelum mereka melakukan kerusakan. Menurut mereka seruan beribadah kepada Allah dan larangan beribadah kepada selain-Nya adalah kerusakan.

Maka Fi’aun pun berencana melakukan kembali ketetapan yang dahulu pernah dia berlakukan, yaitu membunuh anak-anak laki-laki dari Bani Isra’il dan membiarkan kaum wanitanya, sebagai hukuman dan penghinaan terhadap mereka.

Mendengar hal tersebut, Nabi Musa menyerukan kaumnya untuk minta pertolongan kepada Allah Ta’ala dan bersabar menghadapi cobaan yang sangat berat. Dia meyakinkan mereka bahwa kesudahan yang baik akan Allah berikan kepada hamba-hamba-Nya yang bertakwa.

Lebih khusus lagi, Fir’aun berencana akan membunuh Nabi Musa, karena menurutnya Nabi Musa akan menyesatkan rakyatnya.

Bani Isra’il Meninggalkan Mesir Dan Mukjizat Nabi Musa Membelah Laut

Setelah kejadian yang menimpa para penyihir tersebut, Allah Ta’ala kembali menurunkan tanda-tanda kekuasaan-Nya yaitu menurunkan berbagai bencana kepada kaum Fir’aun. Tujuannya agar mereka sadar dari kesesatannya. seperti kekeringan yang menimpa mereka selama bertahun-tahun.

Ladang-ladang mereka tidak dapat digunakan bercocok tanam sehingga mengakibatkan produksi hasil tanaman menurun drastis.kemudian topan, yaitu hujan deras yang menghanyutkan dan menghancurkan tumbuh-tumbuhan.Kemudian segerombolan belalang yang menyerbu dan memakan tumbuh-tumbuhan mereka, sehingga mereka tidak dapat mengambil hasilnya. kemudian kutu yang masuk ke rumah-rumah dan kamar mereka, membuat hidup mereka menjadi tersiksa.

Kemudian Allah juga turunkan katak yang masuk ke wadah-wadah mereka, sehingga setiap kali mereka hendak makan atau minum, ada seekor katak yang jatuh menimpa makanan atau minuman mereka. Begitu pula mereka ditimpakan bencana berupa darah yang mengotori sumber air mereka, baik di sungai, sumur dan dimana saja sumber air disana akan terdapat darah.

Bencana ini tidak turun sekaligus, akan tetapi diturunkan satu demi satu. Setiap kali bencana turun, mereka mendatangi Nabi Musa memintanya memohon kepada Allah Ta’ala agar bencana tersebut dihentikan. Jika bencana berhenti, mereka berjanji akan beriman dan melepaskan Bani Isra’il yang mereka tawan.

Maka Nabi Musa berdoa kepada Tuhannya, lalu bencana tersebut berhenti. Namun mereka tidak menepati janji. Maka Allah menurunkan kembali azab berikutnya, dan begitu seterusnya sehingga berbagai macam azab diturunkan kepada mereka. Azab berikutnya lebih pedih dari azab sebelumnya.

Pembangkangan demi pembangkangan, dan kesombongan demi kesombongan telah diperlihatkan Fir’aun dan kaumnya. Tidak ada yang beriman dari mereka kecuali hanya segelintir orang saja. Diriwayatkan bahwa yang beriman dari bangsa Mesir hanya tiga orang saja, Isteri Fir’aun (QS. At-Tahrim: 11), salah seorang keluarga Fir’aun yang menasehatinya (QS. Al Mu'min: 28), dan seseorang yang memberi nasehat kepada Musa untuk segera meninggalkan negeri Mesir karena Fir’aun akan membunuhnya (QS. Al-Qashash: 20).

Ada juga yang mengatakan bahwa yang beriman adalah sekelompok orang dari kaum Fir’aun, hanya saja mereka menyembunyikan keimanannya karena takut dengan kekejaman Fir’aun.

Ketika itu Allah mewahyukan kepada Nabi Musa dan Harun alaihimassalam untuk membuat rumah yang berbeda dari umumnya rumah bangsa Qibthi, agar ketika datang saatnya harus pergi mereka telah siap dan satu sama lain telah mengetahui rumah saudaranya masing-masing. Kemudian beliau memerintahkan agar mereka shalat dan beribadah di dalam rumah tersebut, sebagai upaya untuk mencari pertolongan dan kemenangan, sebagaimana Allah perintahkan dalam surat Al-Baqarah: 45. Berita gembira akan Allah sampaikan kepada mereka yang beriman.

Ketika tiba saatnya hari yang ditentukan untuk meninggalkan negeri Mesir, Bani Isra’il berpura-pura minta izin kepada Fir’aun pergi ke luar kota untuk merayakan hari raya mereka.

Fir'aun mengizinkan dengan terpaksa. Alasan mereka sebenarnya hanya tipu muslihat kepada Fir’aun dan tentaranya, sebab mereka merencanakan untuk kabur meninggalkan negeri Mesir dan mencari keselamatan dari kekejaman Fir’aun dan tentaranya. Bahkan sebelum berangkat mereka sempat meminjam perhiasan emas kepada penduduk Mesir, dan mereka mendapatkan pinjaman yang sangat banyak.

Maka berangkatlah mereka pada malam hari dan terus berjalan menuju negeri Syam. Ketika Fir’aun mengetahui rencana mereka yang sesungguhnya, dirinya sangat murka dan segera menyiapkan bala tentaranya untuk menangkap dan menyiksa mereka. Lalu, dengan bala tentara yang jumlahnya diperkirakan berlipat-lipat dari jumlah Bani Israil sendiri, Fir’aun berangkat untuk mengejar Bani Isra’il,

Di pagi hari, Fir’aun dan bala tentaranya sudah dapat menyusul mereka. Kala itu kedua pihak telah saling dapat melihat dari kejauhan. Pertempuran dan pembunuhan besar-besaran telah membayangi benak Bani Isra’il. Mereka sangat ketakutan dengan kekejaman yang telah mereka kenal dari Fir’aun, sedangkan di hadapan mereka ada lautan, di kiri kanan mereka ada gunung menjulang dan di belakang mereka ada pasukan Fir’aun.

Mereka mengadukan kondisi tersebut kepada Nabinya atas apa yang mereka alami dan saksikan. Namun dengan keyakinan yang mantap Nabi Musa berkata,

"Sekali-kali tidak akan tersusul; sesungguhnya Tuhanku besertaku, kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku". (QS. Asy-Syu’ara: 62)

Suasana makin genting, Fir’aun dengan bala tentaranya semakin dekat. Pandangan sudah mulai pudar, nafas mulai sesak sampai tenggorokan. Ketika itulah Allah yang Maha Pemurah, Pemilik Arasy yang Agung, berkata kepada Musa,

"Pukullah lautan itu dengan tongkatmu". (QS. Asy-Syu’ara: 63)

Nabi Musa langsung memukulkan tongkatnya ke lautan. Seketika itu juga lautan terbelah atas izin Allah. Diriwayatkan bahwa lautan terbelah menjadi dua belas jalur, setiap marga memiliki jalannya secara khusus. Setiap belahannya bagaikan gunung yang besar.

Lalu Nabi Musa memerintahkan kaumnya untuk segera berjalan di tengah dasar laut yang telah kering. Maka mereka berbondong-bondong melewati dasar lautan yang terbelah tersebut sambil mereka menyaksikan pemandangan yang sangat fantastis. Akhirnya seluruh pengikut Nabi Musa berhasil menyeberangi lautan tersebut tanpa kurang sedikit pun. Mulanya Nabi Musa ingin memukulkan tongkatnya agar lautan itu kembali menyatu dan Fir’aun tidak dapat mengejar mereka, namun Allah memiliki rencana lain, Dia perintahkan Nabi Musa untuk membiarkan lautan tetap terbelah…

Ketika orang terakhir dari pengikut Nabi Musa berhasil menyeberangi lautan, saat itu Fir’aun dan balatentaranya tiba di tepi laut. Dia menyaksikan pemandangan yang sangat dahsyat dengan mata kepala sendiri. Dia sebenarnya menyadari bahwa kejadian seperti ini hanya dapat dilakukan oleh pemilik Arasy yang agung. Sesaat Fir’aun berhenti, dia tidak berani maju, sempat terbersit di hatinya perasaan menyesal atas tindakannya mengejar-ngejar Bani Isra‟il. Namun kesombongannya dan pembangkangannya menutup suara hati kecilnya. Laut terbelah yang dilihatnya semakin mendorongnya untuk menangkap orang-orang yang dia anggap telah menentangnya.

Ketika itu, malaikat Jibril datang berbentuk seorang penunggang kuda di atas kuda betina. Lalu dia berjalan di hadapan kuda jantan yang ditunggangi Fir’aun. Maka kuda milik Fir’aun berusaha mendekatinya, lalu malaikat Jibril mempercepat lari kudanya ke tengah lautan, sehingga Fir’aun dan kudanya pun semakin cepat mengejar kuda malaikat Jibril hingga ke tengah lautan yang masih terbelah.

Demikianlah, Fir’aun tidaklah memiliki kemampuan untuk mendatangkan manfaat dan bahaya. Sementara itu, kaumnya ketika mereka melihat Fir’aun berlari bersama kudanya ke tengah lautan, tanpa dikomando mereka bersama menerobos ke tengah lautan.

Dan ketika semua tentara telah berada di tengah lautan dan orang terdepan sedikit lagi sampai ke tepian seberang, Allah memerintahkan Nabi Musa untuk memukul kembali lautan tersebut dengan tongkatnya. Seketika itu lautan menyatu kembali dan menenggelamkan mereka yang berada di tengahnya.

Akhirnya mereka tenggelam semua, tidak ada satu pun dari bala tentara tersebut yang dapat menyelamatkan diri. Itulah makna dari dikabulkannya doa Nabi Musa sebelumnya kepada Allah, yaitu agar mereka dibinasakan dan hati mereka terkunci.

Itulah kisah Nabi Musa As yang diutus Allah kepada Fir’aun untuk mendakwahinya dan menyelamatkan bani Isra’il dari cengkramannya dan semoga kita bisa mengambil pelajaran dari kisah ini.


Sumber: Kisah Para Nabi karya Ibnu Katsir (terjemahan bahasa Indonesia oleh Abdullah Haidir)