Hadits Gharib | Pengertiannya dan Contohnya

hadits gharib

Arobiyahinstitute.com |
Mempelajari hadits merupakan sebuah hal yang menyenangkan. Terlebih lagi mempelajari hadits gharib. Hal ini karena tampaknya, masih belum begitu banyak yang tertarik dengan kajian tersebut. 

Untuk itu, kali ini kami akan mengulas sedikit mengenai hadits gharib, yakni, pengertian dan juga dua contohnya. Pada artikel sebelumnya kami juga sudah membahas hadits masyhur dan hadits aziz, yang mana kedua hadits tersebut berhubungan dengan hadits gharib yang akan kami bahas pada artikel ini.

Pengertian hadits gharib

Di dalam Kitab al-Minhaj al-Hadits fi Ulum al-Hadis, yang ditulis oleh Syaraf Mahmud al-Qaudah, disebutkan, bahwa yang dimaksud dengan hadits gharib adalah: hadis yang dalam periwayatannya terdiri dari satu orang perawi.

Sementara di dalam Kitab Taisir Musthalah al-Hadits, karya Mahmud Thahan, disebutkan, Hadits gharib adalah hadits yang menyendiri seorang perawi dalam periwayatannya.

Dan kalau kita perhatikan, keduanya mengartikan hadits gharib dengan makna yang sama, namun menggunakan redaksi yang berbeda. Dari kedua pengertian di atas, dapat kita tarik kesimpulan, bahwasanya hadits gharib ialah hadits yang hanya diriwayatkan oleh satu orang rawi saja. Sehingga, hadits ini juga disebut dengan hadits al-fardi, atau sendiri, yang secara makna sama. 

Jika dilihat berdasarkan bentuk kegharibannya, maka hadits gharib dibagi ke dalam 2 bentuk. 

Yakni, gharib mutlaq, dengan gharib nisbi. Adapun yang dimaksud dengan gharib mutlaq ialah: hadits yang tidak diriwayatkan kecuali dari seorang sahabat. Artinya, yang meriwayatkan hadits tersebut adalah seorang sahabat, yang langsung meriwayatkan dari Rasulullah. Dan sanadnya tetap satu orang perawi hingga akhir. Gharib mutlaq juga disebut dengan al-fard al-mutlaq.  

Sementara hadis nisbi sendiri mempunyai beberapa definisi. 

Pertama, di dalam kitab Ulumul Hadits, yang ditulis oleh Dr. Nawir Yuslem, disebutkan, bahwa yang dimaksud dengan gharib nisbi ialah: 

هو ما كانت الغرابة في أثناء سنده

Hadits yang diriwayatkan oleh lebih dari satu orang perawi pada awal sanadnya, tapi di pertengahan sanadnya terdapat tingkatan perawi (satu orang). 

Kedua, hadits gharib nisbi menurut Syaraf Mahmud al-Qudah: 

Hadits gharib Nisbi adalah hadis yang perawinya menerima hadits dari seorang perawi tertentu.

Ketiga, menurut Mahmud Thahan. 

Hadits gharib Nisbi adalah Hadits yang terjadi gharib di pertengahan sanadnya.

Mengacu kepada beberapa pengertian di atas, bahwa yang disebut dengan hadis gharib nisbi adalah hadis yang di awal-awal sanadnya, yakni pada tingkatan sahabat, masih banyak sahabat yang meriwayatkan hadis tersebut. Namun, terjadi kesendirian sanad di tengah-tengah.

Sementara jika dilihat berdasarkan sanad dan matannya, hadits gharib juga terbagi menjadi dua. Yakni gharib matan wa isnadan, yaitu hadits yang matannya hanya diriwayatkan oleh satu perawi saja. Kemudian, gharib matan la isnadan. Yang artinya, hadits yang matannya diriwayatkan oleh beberapa sahabat, namun hanya terdapat satu perawi saja yang meriwayatkan sanad dari sahabat. 

Yang dimaksud dengan penyendirian bukan pada sanad maupun perawinya. Melainkan, keadaan tertentu atau sifat tertentu seorang perawi, dikarenakan berbeda dengan periwayat yang lainnya. Penyendirian seorang perawi, dapat terjadi pada beberapa kondisi tertentu. Seperti kedhabitannya, atau tempat tinggalnya.

Contoh hadits gharib

Berikut ini merupakan beberapa contoh hadits gharib: 

Contoh pertama: 

 قَالَ الشَّيْخُ الْإِمَامُ الْحَافِظُ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ مُحَمَّدُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ بْنِ الْمُغِيرَةِ الْبُخَارِيُّ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى آمِينَ حَدَّثَنَا الحُمَيْدِيُّ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الزُّبَيْرِ، قَالَ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، قَالَ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ الأَنْصَارِيُّ، قَالَ: أَخْبَرَنِي مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ التَّيْمِيُّ، أَنَّهُ سَمِعَ عَلْقَمَةَ بْنَ وَقَّاصٍ اللَّيْثِيَّ، يَقُولُ: سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ الخَطَّابِ عَلَى المِنْبَرِ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ يَقُولُ: إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا، أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا، فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

Syaikh Al-Imam Al-Hafizh Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah al-Bukhari rahimahullahu Ta’ala, berkata, “Al-Humaidi Abdullah bin Az-Zubair telah menceritakan kepada kami, dia berkata, “Sufyan telah menceritakan kepada kami, dia berkata, “Yahya bin Sa’id telah menceritakan kepada kami, dia berkata, “Muhammad bin Ibrahim At-Taimi telah mengabarkan kepada kami, bahwa dia mendengar Alqamah bin Waqqash Al-Laitsi berkata, “Aku mendengar Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhu ketika di atas mimbar berkata, “Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, “Amalan itu hanyalah tergantung pada niat. Dan setiap orang akan mendapatkan balasan sesuai dengan apa yang diniatkan. Maka, barangsiapa yang hijrahnya karena dunia yang ingin dia dapatkan atau karena wanita yang ingin dinikahi maka hijrahnya kepada apa yang dia niatkan.”

Hadits tersebut merupakan salah satu contoh hadits gharib yang cukup populer di berbagai kalangan. Yang mana, terdapat jalur tunggal dari Umar ra.  Dalam pengertian, tidak ada satupun sahabat yang meriwayatkan hadis tersebut, melainkan Umar bin al-Khattab saja. Tidak ada pula hadis yang diriwayatkan dari al-Qamah melainkan Muhammad bin Ibrahim, dan tidak ada yang meriwayatkan hadis tersebut dari Muhammad bin Ibrahim kecuali Yahya bin Said.  Yang kemudian, barulah banyak meriwayatkan lewat Yahya bin Sa’id. Hal ini sebagaimana yang terdapat di dalam kitab Taudhihul Afkar li Ma’ani Tanqih al-Andzhar. Tulisan Imam al-Shan’ani.

Contoh ke dua

حَدَّثَنِى أَحْمَدُ بْنُ إِشْكَابٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ فُضَيْلٍ عَنْ عُمَارَةَ بْنِ الْقَعْقَاعِ عَنْ أَبِى زُرْعَةَ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ - رضى الله عنه - قَالَ قَالَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - « كَلِمَتَانِ حَبِيبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ ، خَفِيفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ ، ثَقِيلَتَانِ فِى الْمِيزَانِ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ ، سُبْحَانَ اللَّهِ الْعَظِيمِ »

Telah menceritakan kepadaku Ahmad bin Isykaab (ia berkata) telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Fudhail dari Umarah bin al-Qa'qa’ dari Abu Zur’ah dari Abu Hurairah –semoga Allah meridhainya- ia berkata: Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: ‘ Dua kalimat yang dicintai oleh al-Rahman, ringan di lisan, berat di timbanganm, yakni  Subhanallaahi wa bihamdih, Subhanallahil Adzhim (Maha Suci Allah dan kami memuji-Nya, Maha Suci Allah Yang Maha Agung) (H.R al-Bukhari)

Hadits tersebut diriwayatkan oleh Abu Hurairah pada tingkat sahabat. Dan tidak terdapat periwayat lain yang meriwayatkan hadits tersebut kecuali Abu Zur’ah.  Sementara dari Abu Zur’ah juga tidak ada yang meriwayatkannya kecuali Umarah bin al-Qa’qa. Lalu dari al-Qa’qa hanya diriwayatkan oleh Muhammad bin Fudhail. Kemudian, dari Muhammad bin Fudhail inilah mulai banyak yang meriwayatkannya.

Demikian penjelasan mengenai hadits gharib, pengertiannya dan contohnya. Wallahu A'lam bish shawab.